Masihkah Pubertas Tabu untuk Diajarkan?

Pada zaman sekolah dulu, saya baru diajari materi pubertas di kelas 2 SMP; dalam pelajaran Penjaskes kalau tidak salah. Tapi rupanya, banyak teman saya yang laki-laki (apalagi perempuan) yang sudah mengalami perubahan pada tubuh mereka jauh lebih dulu dari waktu pembelajaran itu. Kalau begitu, mereka belajar dari mana ya? Tentu tidak semua anak mau menanyakan masalah itu ke orang tuanya. Jika begitu, sepertinya sekolah kalah cepat dibanding internet, yang saat itu baru booming.

Lebih-lebih kalau dibandingkan dengan konteks saat ini, guru-guru akan sangat terlambat jika baru mengenalkan konsep pubertas di kelas 8. Seperti kita tahu, anak-anak zaman sekarang lebih cepat puber. Siswi kelas 4 sudah mendapat haid sudah tidak mengherankan lagi. Menurut Parents Indonesia, anak laki-laki sekarang bahkan lebih cepat puber 6 bulan hingga 2 tahun dibandingkan 10 tahun lalu.

Lantas, kapan sebaiknya kita mengajarkan konsep pubertas? Mengingat pubertas umumnya terjadi pada usia 10-14 tahun, maka orang tua dan guru bisa mulai mengajarkannya pada usia 10, atau rata-rata kelas 5 di Indonesia.

Ada beragam pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengajarkannya. Bisa dari sisi biologi, sosial maupun agama. Sebaiknya, semua ini diajarkan kepada siswa sehingga mereka tidak hanya melihat pubertas sebagai perubahan suara atau tumbuhnya rambut, tapi juga sebuah tahapan hidup dimana tanggung jawab dan tantangan mereka bertambah. Di sekolah tempat saya mengajar, siswa laki-laki dan perempuan dipisahkan ke dalam dua ruangan. Di sana, siswa laki-laki didampingi guru laki-laki, begitu juga yang perempuan.

Yang pertama kami lakukan, kami membagikan dua lembar sticky notes, dan meminta mereka menuliskan apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang ingin mereka tanyakan mengenai pubertas.
Setelah membacakan beberapa pertanyaan dan mengelompokkan pertanyaan yang mirip, kami memutarkan sebuah video. Selama menonton video, siswa diminta aktif mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi. Ada beberapa video yang bisa diputarkan, misalnya:



sedangkan untuk wanita:



atau untuk yang berbahasa Indonesia:





Setelah menjelaskan sisi biologis dan sosial dari pubertas, Anda bisa berlanjut dengan membahas konsekuensi pubertas dari segi agama. Untuk yang beragama Islam misalnya, Anda bisa menjelaskan hukum bermacam-macam cairan yang keluar dari organ reproduksi, tata cara mandi wajib, atau kewajiban-kewajiban yang melekat setelah seseorang mengalami pubertas (aqil baligh).

Tentu saja, semua aktivitas di atas bisa dibagi ke dalam beberapa sesi, tergantung kesediaan waktu dan kondisi anak. Yang terpenting, tekankan bahwa pubertas adalah proses yang normal dan semua orang mengalaminya, termasuk orang tua dan guru. Jadi, kalau mereka punya pertanyaan, arahkan saja ke orang tua atau guru agar mereka bisa mendapatkan jawaban yang tepat. Ada baiknya, orang tua dan guru menjelaskan dengan bahasa yang lugas dan tidak menggunakan perumpamaan sehingga yang disampaikan bisa tepat sasaran, dan anak tidak menganggap pubertas ini sebagai lelucon.

Jadi, masihkah Anda berpikir bahwa pubertas tabu untuk diajarkan?

Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment